HWI

Anda ingin memiliki berat badan ideal? Dapatkan produk diet sehat dan aman hanya di WA atau Phone +6281274588731

Resensimu

Selasa, 12 Januari 2010

** NU Menerabas Tradisionalitas?

Judul : Pergolakan di Jantung Tradisi
Penulis : As’ad Said Ali
Pengantar : KH Sahal Mahfudz
Penerbit : LP3ES, September 2008
Halaman : 263 halaman


Sebagai organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Tanah Air bahkan di dunia. Nahdlatul Ulama (NU) sejak lama kerap menyedot perhatian. Apalagi dalam perjalanan panjangnya – dinamika ormas Islam berdiri sejak tahun 1926 ini belakangan sudah bergerak sedemikian rupa menuju progresivitas pemikiran. Bahkan, ditengarai pergolakan pemikiran pada tubuh NU berkembang menerabas tradisionalitas itu sendiri. Konflik internal antara golongan tua yang gigih mempertahankan tradisi dan kalangan muda yang menghendaki perubahan pun tak bisa dihindari. Lazimnya proses perubahan, bertolak dari berbagai gagasan pembaruan – kalangan muda dengan wataknya yang progresif dan kritis mempertanyakan tradisi. Dan kaum tua yang menolak eforia perubahan pun berdalil perubahan akan mengancam identitas tradisi.

Kehadiran figur Abdurrahman Wahid yang sejak tahun 80-an hingga menjelang akhir hayatnya 30 Desember 2009 lalu, menggelindingkan bola ”pencerahan” diyakini memberikan pengaruh dahsyat bagi warga NU. Belakangan, muncul anak-anak muda NU seperti Ulil Abrahar Abdalla yang pemikirannya seakan lepas landas dari basis tradisionalitas yang masih digenggam oleh warga NU trutama kalangan ulama sepuh.

”Beberapa perubahan besar memang sudah dan sedang terjadi di dalam lingkungan warga nahdliyin,” tulis As’ad Said Ali dalam bukunya berjudul lengkap : ”Pergolakan di Jantung Tradisi, NU yang Saya Amati.” Perubahan itu digerakkan oleh kalangan muda yang berpendidikan ganda : pesantren dan pendidikan modern. Mereka seakan menjadi counterpart kalangan ulama tradisional dalam memodernisasi NU,” tambah warga tulen NU asal Kudus Jateng, jebolan Pondok Pesantren Krapyak asuhan KH Ali Ma’shum yang kini menjabat Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.

NU dan perubahan memang senantiasa menarik untuk diamati – terutama perubahan yang berkorelasi dengan sejarah politik kekuasaan. Apalagi, NU senantiasa menghadirkan dinamika perubahan yang dikehendaki oleh konteks ruang dan waktu serta kelenturan para nahdliyin dalam menerjemahkan tradisi. Hal inilah yang tak luput dari pengamatan As’ad Said Ali guna menggiring pembaca buku untuk memasuki pergolakan pemikiran yang terjadi di tengah berbagai isu kontemporer. Terutama isu liberalisasi pemikiran melanda kalangan muda yang cenderung konfrontatif terhadap para ulama sepuh yang setia menjaga kemapanan tradisi NU.

Secara umum buku ini menyoroti dinamika perubahan dalam NU sejak periode 1980-an hingga memunculkan sebutan NU Struktural dan NU Kultural seperti sekarang. Meski masih menyinggung dinamika perubahan politik NU semasa Orde Baru, namun pengamatan penulis terkonsentrasi pada fenomena pergolakan di tubuh NU pasca Reformasi 1998. Dalam pergolakan inilah tampak bagaimana tradisionalisme keagamaan dan otoritas kaum ulama mendapat serbuan bertubi-tubi dari kalangan muda NU.

Buku yang terdiri dari tujuh bab ini juga menyimpan pengamatan menarik ihwal neoliberalisme (Neolib) dan korelasinya dengan pembentukan berbagai NGO demi mengusung kepentingan neolib. Apakah berbagai NGO di tubuh NU hanyalah perpanjangan tangan dari negara atau lembaga demi kepentingan neolib? Lewat data yang komprehensif ihwal hubungan NU dengan berbagai NGO, penulis buku mengarahkan pengamatannya pada wilayah kemandirian perekonomian.

(Diresensi oleh : Chaidir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar Anda